Jumat, 30 November 2018

HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM

Dalam Islam yang menjadi sumber hukum atau rujukan utama dalam penentuan hukum ada empat, pertama al-Qur'an, kedua hadits,  ketiga ijma, dan yang terakhir qiyas. dalam pembahasan kali ini akan menjelaskan tentang hadits sebagai sumber hukum dalam islam.

picture from wall.alphacoders.com


A.    Definisi Hadits
Menurut bahasa hadits mempunyai beberapa arti :
1.      Jadid = yang baru. Jama’nya (hidats, hudast, hudust)
2.      Qarib = yang dekat, yang belum lama lagi terjadi, seperti dalam perkataan “haditsul ahdi bi’l-islam” = orang yang baru memeluk islam Jama’nya (hidats, hudast, hudust)
3.      Khabar = berita, yakni sesuatu yang dibicarakan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang.
Hadits menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada sahabat dan tabi’in, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat.

B.     Definisi Sunnah
Sunnah menurut bahasa adalah jalan yang dijalani, terpuji, atau tidak. Sesuatu tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah walaupun tidak baik. Jama’nya sunan
Sementara menurut istilah, sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, perilaku, perjalanan hidup dari sebeum diangkat menjadi Nabi maupun sesudahnya.
Berdasarkan definisi hadits dan sunnah diatas, sunnah lebih umum daripada hadits. Bisa disebutkan juga setiap hadits pasti sunnah, tapi tidak setiap sunnah itu hadits.

C.     Hadits Sebagai Sumber Hukum
Semua ulama dari berbagai mahzab sepakat bahwa kedudukan hadits atau sunnah baik secara struktural maupun fungsional sebagai sumber teks keagamaan fundamental (asli) dan ia menjadi otoritas kedua setelah al-Qur’an.
Penempatan urutan sumber pokok ajaran dalam beberapa literatur tidak seragam. Mayoritas menyebutkan bahwa hadits itu adalah sumber ajaran pokok setelah Al-Qur’an, ada juga yang menyebutkan sumber ajaran disamping (sejajar) al-Qur’an. Ini di tinjau dari interaksinya dengan al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama. Namun mayoritas ulama sependapat bahwa al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama, sedangkan hadits sebagai sumber hukum kedua. Hadits digunakan untuk memodifikasi berbagai rumusan bahwa dalam berbagai aspek, tidak saja pada tingkat ibadah ritual, tapi juga pada tingkat sosial kemasyarakatan bahkan disandingkan  juga dengan ilmu pengetahuan.


Menurut As-Syatibi ada tiga argumentasi untuk ini, yaitu :
1.      Hadits merupakan penjabaran dari al-Qur’an. Secara rasional hadits sebagai bayan harus menempati posisi lebih rendah dari yang dijabarkan (mubayyan) yakni al-Qur’an. Artinya apabila mubayyan tidak ada, maka hadits sebagai bayan tidak diperlukan akan tetapi jika bayyan tidak ada maka mubayyan tidak hilang.
2.      Al-Qur’an bersifat qat’iy al-subut, sedangkan hadits bersifat zanniy al-subut. Artinya al-Qur’an yang qat’iy harus menempati posisi lebih utama dari pada hadits yang zanniy.
3.      Secara tekstual terdapat ritual yang menunjukkan kedudukan hadits setelah al-Qur’an. Seperti hadits pengutusan Muaz Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman.
Imam Malik menyatakan bahwa hadits itu laksana bahtera Nabi Nuh as, siapa saja yang menaikinya ia akan selamat dan siapa yang tidak ikut menaikinya ia akan tenggelam.
Imam Ahmad menyatakan bahwa barang siapa menolak hadits Rasulullah Saw, ia berada di tepi batas kehancuran.
اتر علل الحيت في اخلاف لفقهاء.
ان القران الكريم نقل الينا نقلا متواترا فهو قطعي الثبوت بلا شك (1), أما خبر الآ حاد فهو ظني الثبوت علي الصحيح المختار (2), فخبر الآ حاد مهما قوي سنده و اشتهر رجاله فهو لا يقاوم النص القر آني من حيث الثبوت, وعليه فخبر الآحاد ظني لاحتمال الخطأ في أحاديث الثقات

Inkar Al-Sunnah
Inkar merupakan masdar dari kata “انكر – ينكر : النكارا = الجهو” yang berarti al-Juhd (Sungguh-sungguh). Jadi inkar as-sunnah adalah “mengingkari sunnah”.  Menyatakan, memberi argumentasi dan mempertahankan argumennya.
Posisi hadits sebagai sumber ajaran islam dalam sejarah selain mendapat ujian dengan kemunculan hadits palsu, juga telah dihadapkan kepada suatu tantangan munculnya kelompok yang menolak seluruh atau sebagian sumber ajaran Islam.
Kelompok yang menolak sunnah pertama kali ditemukan informasinya melalui tulisan Imam Syafi’i yang ia kelompokkan dalam tiga golongan dengan tiga sikap yang berbeda, antara lain :
1.      Mereka yang menolak hadits secara keseluruhan :
Argumen : “Al-Qur’an ansich; Al-Qur’an telah membuat segala sesuatu yang dibutuhkan umat, hadits tidak dapat dijamin bersih dari kekeliruan, kesalahan dan kedustaan.
2.      Menolak hadits kecuali hadits yang ditemukan nashnya di dalam al-Qur’an, argumennya sama dengan kelompok pertama.
3.      Mereka yang menolak hadits ahad dan hanya menerima hadits mutawwatir.
Argumen : Hadits ahad bersifat zanni al-wurud yang tidak diyakini kebenarannya benar-benar berasal dari Rasul. Bagi kelompok ini urusan agama harus didasarkan pada dalil yang qat’iy.


Referensi :


Sabtu, 24 November 2018

Fungsi Hadits terhadap al-Qur’an

Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan akan selalu terjaga hingga hari kiamat, karena Al-Qur’an pasti sesuai dengan keadaan dimanapun dan kapanpun. Hadits merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat dan hadits juga berfungsi sebagai penguat, penjelas terhadap ayat ayat yang umum, global, mutlak dan bisa juga sebagai dasar penetapan hukum baru yang tidak dijelaskan al-Qur’an. berikut penjelasan fungsi hadits terhadap al-Qur'an menurut beberapa ulama :

Pages from a copy of the Quran dating back to 1284 are displayed at an exhibition in Doha, Qatar, Dec. 2, 2008.

Menurut Mustafa al-Siba’i ada tiga fungsi hadits terhadap al-Qur’an, yaitu :
1. Memperkuat hukum yang terkandung dalam al-qur’an baik yang global maupun yang terperinci.
2. Menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam al-qur’an yakni taqyid terhadap yang mutlak, tafsil terhadap yang mujmal, dan takhsis terhadap yang ‘am. Taqyid : Memberi / memutuskan bahwa hal tsb berasal dari Allah dan tidak mungkin selain Allah.
3. Menetapkan hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an.

Menurut Imam Malik ada lima, yaitu :
1. Bayan Taqrir : Menetapkan dan mengokohkan hukum-hukum al-Qur’an
2. Bayan Tafsir : Menerangkan maksud-maksud ayat
3. Bayan Tafsil : menjelaskan kemujmalan al-qur’an seperti ayat-ayat shalat.
4. Bayan Tabsit : Memanjangkan keterangan terhadap apa yang diringkaskan keterangannya dalam al-Qur’an.
5. Bayan Tasyri’ : Mewujudkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an.

Menurut Imam Syafi’i ada 6, yaitu :
1. Bayan Tafsil : Menjelaskan ayat-ayat yang mujmal atau ringkas.
2. Bayan Takhis : Mengkhususkan sesuatu yang umum.
3. Bayan Ta’yin : Menentukan salahsatu makna dari dua atau tiga makna yang mungkin dimaksudkan al-Qur’an.
4. Bayan Tasyri’ : Menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an secara tekstual.
5. Bayan Nasakh : Menentukan ayat yang dinasikh dan ayat yang mansukh dari ayat-ayat al-Qur’an yang tampak bertentangan.
6. Bayan Isyarah : Qiyas.

Menurut Imam Ahmad ibn Hambal ada empat, yaitu :
1. Bayan Ta’kid : Menerangkan apa yang dimaksudkan oleh al-Qur’an apabila hadits itu bersesuaian petunjuknya dengan al-qur’an.
2. Bayan tafsir : Menjelaskan, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat al-Qur’an yang mujmal, global dan ,usytarak (satu lafal mengandung banyak makna), musykil, khafi (bayan ini meliputi bayan taqyid, tafsil, dan takhsis).
3. Bayan Tasyri’ : Mendatangkan suatu hukum yang didiamkan dalam al-Qur’an yang tidak diterangkan hukumnya dalam al-Qur’an
4. Bayan Takhsis : Menentukan kekhususan suatu ayat yang bersifat umum.

#fungsihadits 
#fungsialquran 
#Hadits 
#Al-qur'an 
#fungsihaditsterhadapAlquran 
#Mustafa al-Siba’i  
#Imam Malik  
#Imam Syafi’i 
#Imam Ahmad ibn Hambal
#tafsirhadits
#haditsqudsi
#haditsshahih
#haditshasan
#haditsarba'in