Tampilkan postingan dengan label hadits. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hadits. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 Januari 2019

KLASIFIKASI HADITS DLAIF

     Hadits dlaif merupakan hadits dengan kualitas terlemah dibandingkan dengan hadits shahih dan hadits hasan, karena banyak sekali kekurangan baik pada sanadnya maupun pada matannya. Berikut pembahasannya :

design by V


A.    Definisi Hadits Dlaif
Dlaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi artinya kuat. Sedangkan menurut terminologi adalah
                         هو كل حديث لم تجتمع فيه صفات القبول. وقال اكثر العلماء هو ما لم يجمع صفة الصحيح والحسن
“Hadits dlaif adalah hadits yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat hadits yang diterima yang menurut pendapat kebanyakan ulama. Hadits dlaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadits shahih dan hasan.”
                           
B.     Sebab-Sebab Tidak Diterimanya Hadits Dlaif
Ada dua hal yang menyebabkan tertolaknya hadits dlaif yaitu dari segi sanad dan dari segi matan.
1.      Dari Segi Sanad 
a.       Terwujudnya cacat-cacat (illat) pada rawi-nya, baik tentang keadilan maupun ke-dlabit-annya (kuat hapalannya).
Macam-macam cacat pada keadilan dan ke-dlabit-an rawi :
·         Dusta.
·         Tertuduh dusta. 
·         Fasik.
·         Banyak salah.
·         Lengah dalam menghapal.
·         Menyalahi riwayat orang kepercayaan.
·         Banyak waham atau prasangka.
·         Tidak diketahui identitasnya. 
·         Penganut bid’ah.
·         Tidak baik hafalannya.
b.      “Ketidak sambungannya sanad” dikarenakan adanya seorang rawi atau lebih , yang digugurkan atau tidak bertemu satu sama lain.
2.      Dari Segi Matan
Sebab-sebab tertolaknya hadits dlaif dari segi matan ada dua yaitu mauquf dan maqthu’
a.       Mauquf  adalah berita yang hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang dasandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambungan maupun terputus. Pada prinsipnya hadits mauquf ini tidak dapat dijadikan hujjah kecuali ada qarinah yang menunjukkan hadits ini marfu
b.      Maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seseorang tabi’iy serta di-mauquf-kan padanya, baik sanad-nya bersambung, maupun tidak. Hadits maqthu’ tidak dapat dijadikan hujjah.

C.     Klasifikasi Hadits Dlaif  Berdasarkan Cacat pada Keadilan dan Ke-dlabit-an Rawi
1.      Hadits maudlu
“Hadits yang dicipta serta dibuat oleh seorang (pendusta), yang diciptakan itu dibangsakan kepada Rasulullah Saw secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja, maupun tidak”.
Hadits ini memiliki 2 ciri, yaitu:
a.       Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
b.      Ciri-ciri yang terdapat pada matan
2.      Hadits matruk
“Hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang-orang yang tertuduh dusta dalam perhaditsan”
3.      Hadits munkar  dan ma’ruf
Hadits munkar ialah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang-orang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya, atau banyak kefasikannya yang bukan kerena dusta.
Hadits ma’ruf yaitu riwayat orang tsiqah yang melawani riwayat orang yang lemah.
4.      Hadits syadzdz
“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul, yang menyalahi orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih banyak ataupun lebih tinggi daya hapalnya.”

D.    Klasifikasi Hadits Berdasarkan Gugurnya Rawi
1.      Hadits muallaq
“Hadits yang seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.”
2.      Hadits mu’dhal
“Hadits yang terputus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan.”
3.      Hadits mursal
“Hadits yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabi’in baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil.”
4.      Hadits munqati’
“Hadits yang gugur seorang rawinya, sebelum sahabat disatu tempat atau gugur dua orang pada dua tempat dalam kedaan tidak berurut-urutan.”
5.      Hadits mudallas
“Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak bernoda.”
6.      Mursalul jali
“Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang syaikh, tetapi syeikh ini tidak semasa dengannya.”
7.      Mursalul khafi
“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang syeikh yang dia bertemu dengan syeikh tersebut tetapi dia tidak menerima hadits dari nya.”
8.      Mu’annan
“Suatu hadits yang dalam sanadnya ada kata ‘anna’ atau ‘inna’.”.
9.      Mu’an’an
“Suatu hadits yang di jalannya di isnadkan dengan kata-kata ‘an’.”

E.     Kualitas hadits dlaif
Menurut Ahmad bin Hambal dan Abu daud : Hadits dla’if dapat diamalkan secara mutlak baik yang berkenaan dengan masalah halal atau haram maupun yang berkenaan dengan masalah kewajiban, dengan syarat tidak ada hadits lain yang mnerangkannya.
Kalangan muhadditsin dan ahli fuqaha :  Dipandang baik mngamalkan hadits dh’aif dalam fadha il al-a’mal baik yang berkaitan dengan hal yang dianjurkan maupun yang dilarang.
Al-bukhary dan muslim menjelaskan bahwa hadits dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan baik yang berkaitan dengan fadha il al-a’mal maupun yang yang berkaitan dengan halal haram.
Alasan madzhab ini adalah karena agama diambil dari kitab dan sunnah yang benar,dan hadits dha’if bukanlah sunnah yang dapat diakui benar. Maka berpegang padanya berarti menambah agama dengan tidak berdasar kepada keterangan yang kuat.
1.      Berdasarkan jumlah sanadnya
Sebab kedlaifan kedlaifan perawi kembali kepada 2 sebab pokok. Pertama, kedlaifan karena cacat kualitas pribadi (perawi), seperti berdusta atau tertuduh dusta terhadap Rasulullah Saw, berdusta dalam menceritakan perbicaraan orang lain, kefasikan dan tidak diketahui identitasnya, berbuat bid’ah yang menjatuhkannya kepada kekafiran.
Jika ada sebab-sebab diatas maka banyaknya sanad tidak dapat mempengaruhi, dan tidak bisa mengangkat kualitas kedlaifanyaa. Karena sangat buruknya sifat-sifat itu. Adanya sanad lain tidak bisa mengangkat derajat kedlaifannya.
Kedua, kedlaifan karena cacatnya kapasitas intelektual, yaitu kelupaan, sering salah, buruk hafalan, kerancuan hafalan dan kekeliruan. Semua hadits yang disebabkan karena kurangnya kedlabitan pada perawi yang sifatnya tidak cacat, maka banyaknya jalur dapat meningkatkan kualitasnya bila tersulam dengan adanya jalur lain. Kerena dengan itu, bisa diketahui bahwa hafalan perawi yang pertama tidak cacat hafalannya. Dengan demikian derajatnya naik menjadi Hasan li ghairihi.

F.      Contoh hadits dlaif
1.      “Barang siapa berdiri mengerjakan salat pada malam dua hari raya semata-semata karena Allah, maka tidak akan mati hatinya pada hari semua mati hatinya. (H.R Ibnu Majah)
2.      وان كل من يسمى بهده الاسماء (محمد و احمد) لا يدخل النار.           
“bahwasanya setiap orang yang dinamakan dengan nama (muhammad, ahmad) tidak akan masuk neraka.”
Hadits ini termasuk kategori hadits maudlu yang sangat bertentangan dengan sunnah nabi Muhammad Saw. Ciri-cirinya terdapat pada matan. Hadits ini menerangkan bahwa neraka itu dapat ditebus dengan nama tersebut. Padahal rasul menerangkan bahwa keselamatan dari neraka itu karena keimanan dan amal shaleh.

Referensi :
Ilmu Hadits M. Hasby Ash-Shiddieqy
Ilmu Hadits, Drs. M. Syuhudi Ismail

DEFINISI HADITS HASAN

       Hadits hasan merupakan salah satu hadits yang ditinjau dari segi kualitasnya dan memiliki kriteria yang tidak jauh berbeda dengan hadits shahih. Berikut penjelasannya :


picture by V

A.    Definisi Hadits Hasan
Hasan menurut bahasa adalah baik. Adapun menurut istilah ulama hadist adalah,
الحد يث الحسن هو الحد يث الذى اتصل سنله بنقل عدل خف ضبله غير شاذ ولا معلل
Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat.

B.     Kriteria Hadits Hassan
1.      Pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta.
2.      Hadits tersebut tidak janggal.
3.      Hadits tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang sederajat.

C.     Klasifikasi Hadits Hasan
1.      Hadits hasan lidzatih
Hadits hasan lidzatih adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
2.      Hadits hasan ligairih
ما لا يخلو ا سنا د ه من مستو ر لم تتحقق اهليته و ليس مغ.
كثير اخطاء ولا ظهر منه سبب مفسق, ويكون متن الحديث معروفا بروية مثله او نحوه موجه اخر.
“Hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.”

D.    Persamaan dan Perbedaan dengan Hadits Shahih
1.      Persamaan dgn hadits shahih :
sama-sama dinukilkan (diriwayatkan) oleh rawi yg adil, sanadnya bersambung, dan tidak mempunyai ‘illat, sehingga tidak terdapat kejanggalan.
2.      Perbedaan dgn hadits shahih :
    terdapat pada syarat kedlabithan rawinya. Pada hadits hasan kedlabitannya lebih rendah (tidak begitu baik kedlabithannya) jika dibandingkan dgn hadits shahih. Sedangkan hadits shahih yg lain masih diperlukan untuk hadits hasan. 

E.     Kehujjahan Hadits Hasan
Menurut seluruh fuqaha, pendapat kebanyakan muhadditsin dan ahli ushul, hadits hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan.
Alasan : karena telah diketahui kejujuran rawinya dan keselamatan perpindahannya dalam sanad. Rendahnya tingkat kedlabithan tidak mengeluarkan rawi yang bersangkutan dari jajaran rawi yang mampu menyampaikan hadits sebagaimana keadaan hadits itu ketika didengar.

Referensi :
Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman

DEFINISI HADITS SHAHIH

      Berdasarkan kualitasnya, hadits terbagi menjadi tiga bagian,  hadits shahih, hadits hasan dan hadits dhaif. Hadits shahih dan hadits hasan adalah dua jenis hadits yang hampir sama, keduanya merupakan hadits maqbul dan kriterianya pun hampir sama kecuali pada masalah kedhabitan (kuat hapalan). Untuk lebih jeasnya sekarang akan membahas terlebih dahulu tentang hadits shahih.
A.    Definisi Hadits Shahih
Secara bahasah hadits Shahih berarti sehat, selamat, benar, sah dan sempurna. para ulama biasanya menyebut shahih lawan kata dari (سقيم) artinya sakit. Sedangkan menurut istilah:
    Menurut Subhi as-Salih hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhabith hingga brsambung kepada Rasulullah SAW atau pada sanad terakhir yang berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syadz (kejanggalan) dan illat (cacat).

مَا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ العَادِل الضَّابِطِ عَنْ مِثْلِهِ اِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ
“Hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhabith dari akhir sanad tanpa adanya syadz dan ‘illat awal hingga akhir sanad tanpa adanya syadz dan illat.

B.     Kriteria Hadits Shahih
  1. Bersambungnya sanad (ittishal al-sanad)
Ittishal al-Sanad yaitu: 
اِتَّصَلَ سَنَدُهُ وَمَعْنَاهُ اَنَّ كُلَّ رَاوٍ مِنْ رُوَاتِهِ قَدْ اَخَذَ مُبَاشَرَةً عَمَّنْ فَوْقَهُ مِنْ اَوَّلِ السَّنَدِ اِلَى مُنْتَهَاهُ
Bersambungnya sanad artinya bahwa setiap periwayat mengambil hadits secara langsung dari periwayat yang berada diatasnya dari awal hingga akhir sanad.
Cara mengetahui bersambungnya sanad:
a.       mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
b.   mempelajari seluruh sejarah hidup masing-masing periwayat melalui kitab-kitab rijal al-Hadits yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal ‘adil dan dhabith serta mengetahui apakah antara periwayat dengan periwayat terdekat dalam sanad tersebut terdapat kesezamanan pada masa lampau dan hubungan guru-murid  dalam periwayatan hadits
c.  meneliti kata-kata (adah al-thammul wa ada’ al-hadits) yang menghubungkan antar periwayat dalam sanad tersebut, yakni kata-kata atau metode yang dipakai dalam sanad berupa haddatsanii, haddatsanaa, akhbaranii, akhbaranaa, sami’tu, ‘an, anna dsb

  1. Periwayat yang ‘adil
Adil yaitu tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertaqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa – dosa kecil dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah.
Kriteria ‘adil :
a.       Islam .
b.      Mukallaf.
c.       Selamat dari sebab-sebab kefasikan.
Cara mengetahui ke’adilan rawi:
a.       Popularitas rawi
b.      Penilaian kritikus periwayat hadits.
c.       Penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil

  1. Periwayat yang dhabith
Dhabith adalah kekuatan hafalan seorang rawi. Macam-macam dhabith:
a.       Dhabith al-Shadri (terpelihranya kebenaran suatu riwayat dalam ingatannya)
b.      Dhabith al-Kitabi (terpelihranya kebenaran suatu riwayat melalui tulisan)
Cara mengetahui kedhabithan rawi:
a.       Kesaksian ulama
b.      Adanya kesamaan dengan periwayatan rawi lain yang terkenal kedhabithannya.

  1. Terhindar dari syadz
Secara bahasa, syadz merupakan isim fail dari شَذَّ  yang artinya menyendiri. Secara istilah, syadz yaitu:
الشُّذُوْذُ هُوَ مُخَالَفَةُ الثِّقَةِ لِمَنْ هُوَ اَوْثَقُ مِنْهُ    
Hadits yang diriwayatkan oleh periwayat tsiqah dan bertentangan dengan riwayat periwayat lain yang lebih tsiqah.
Kriteria hadits syadz:
a.  hadits itu memiliki lebih dari satu sanad.
b.  para periwayat itu seluruhnya tsiqah.
c.  matan dan atau sanad hadits itu mengandung      pertentangan

  1. Terhindar dari ‘illat
Secara bahasa ‘illat yaitu cacat atau penyakit.
Secara istilah :  
الْعِلَّةُ سَبَبٌ غَامِضٌ قَادِحٌ فِى صِحَّةِ الْحَدِيْثِ
Sebab tersembunyi yang dapat menodai keshahihan hadits.
Kriteria hadits ber’illat:
a.       Periwayat yang menyendiri
b.      Adanya periwayat yang bertentangan
c.       Adanya qarinah yang mengindikasikan 2 unsur tersebut
Cara mengetahui keberadaan ‘illat:
a.       Mengumpulkan seluruh sanad hadits
b.      Meneliti perbedaan yang ada pada rawi
c.       Membandingkan ke’adilan dan kedhabithan rawi.

C.     Macam-Macam Hadits Shahih
               Shahih lidzatihi yaitu hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang ‘adil dan dhabith, tidak mengandung syadz dan ‘illat.
2                 Shahih lighairihi yaitu
هُوَ الْحَسَنُ لِذَاتِهِ اِذَا رُوِيَ مِنْ طُرُقٍ اخَرَ مِثْلُهُ اَوْ اَقْوَى مِنْهُ
Yaitu hadits hasan yang apabila terdapat periwayatan lain yang semisal atau lebih kuat darinya
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةَ بنُ سَعِيْدٍ حَدَّثَنَا جَرِيْر عَنْ عُمَارَةَ بنِ القَعْقَاعِ عَنْ ابِى زُرْعَةَ عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ, جَاءَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلِ اللّهِ صلعم فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللّهِ مَنْ اَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى؟ قَالَ اُمُّكَ. قَا,لَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ اُمُّكَ, قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ اُمُّكَ, ثُمَّ مَنْ؟  ثُمَّ اَبُوْكَ.
Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, ia berkata:”meriwayatkan kepada kami Jarir dari Umarah bin Al-Qa’qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata,” ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuanku yang baik?” Rasulullah menjawab: “ibumu”. Orang itu bertanya: “kemudian siapa?” Rasulullah menjawab: “ibumu”. Orang itu bertanya lagi, “kemudian siapa?” Rasulullah menjawab “ibumu”. Orang itu kembali bertanya, “kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “kemudian bapakmu”.

D.    Kehujjahan Hadits Shahih
Para ulama sepakat bahwa hadits shahih lidzatihi atau lighairihi dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan syariat islam baik hadits itu mutawatir atau ahad dalam bidang hukum, akhlak, sosial, ekonomi, dsb. Akan tetapi, sebagian ulama berpendapat pula bahwa hadits shahih yang ahad tidak dapat dijadikan hujjah dalam bidang akidah dengan alasan bahwa hadits ahad itu bersifat zhanny.

Referensi :
Pengantar Ilmu Hadits, Drs. M. Syuhudi Ismail  

#hadits #haditsshahih #haditsmaqbul #haditsshahihbukhari #haditsshahihmuslim #kitabhadits #kumpulanhadits #ensiklopediahadits #kualitashadits #ciricirihaditsshahih #kriteriahaditsshahih #contohhaditsshahih #imambukhari #imammuslim