Selasa, 01 Januari 2019

CONTOH DAN CIRI-CIRI HADIS QUDSI


Hadits berdasakan sumbernya atau dari siapa berita itu dimunculkan pertama kali, terdapat empat macam. Yaitu qudsi, marfu’, mawquf, dan, maqthu’. Secara umum dapat dikatakan jika sumber berita itu dari Allah dinamakan hadits qudsi, jika sumber berita datang dari Nabi disebut hadits marfu’, jika datangnya sumber berita itu dari sahabat disebut hadits mawquf, dan jika datangnya dari tabi’in disebut hadits maqthu’. Sumber berita utama di atas tidak dapat menentukan keshahihan suatu hadis sekalipun datangnya dari Allah atau Nabi, karena tinjauan kualitas shahih, hasan dan dha’if tidak hanya dilihat dari segi sumber berita akan tetapi lebih dilihat dari sifat-sifat para pembawa berita. Dalam pembahasan sekarang akan menjelaskan tentang hadits qudsi.
A.  Definisi Hadits Qudsi
مااخبرالله نبيه بالإ لهام اوبا لمنام فأخبر النبي صلي الله وسلم من ذلك المعني بعبارة نفسه
“Sesuatu yang dikhabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian (mimpi), yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham itu dengan ungkapan kata beliau sendiri.”
Hadits Qudsi, disebut  juga dengan hadits Rabbany atau Hadits Ilahi. Sedangkan hadits biasa, disebut Hadits Nabawy.
Menurut Dr. Muhammad Ajaj Al-Khatib dalam kitabnya ”Ushulul Hadits”, halaman 29, bahwa dinisbahkannya dengan kata-kata “Al-Qudsi” sebab “suci”, sedang dinisbahkan dengan kata-kata “Al-Ilah atau Ar-Rabb”, sebab bersumber dari Allah secara langsung.
Jumlah Hadits Qudsi tidak banyak. Di antara Ulama ada yang menyatakan, bahwa jumlah Hadits Qudsi ada sekitar 100 buah. Menurut Al-AllamahSyihabuddin Ibnu Hajar Al-Haitamy, jumlah Hsdits Qudsi lebih dari 100 buah.

B.     Kehujjahan Hadits Qudsi
Terlebih dahulu harus dikembalikan kepada kaidah dan norma penentuan keshahihan suatu Hadits. Untuk menetapkan keshahihan suatu Hadits, sedikitnya harus di nilai pada dua hal. Yakni, dari segi matan dan sanadnya.
Mungkin, matan suatu Hadits Qudsi tidaklah bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir atau hadits yang telah dibuktikan keshahihannya, akan tetapi hal ini belum menjaminan akan keshahihan dari segi sanadnya. Boleh jadi, sanad dari Hadits Qudsi yang sedang dibahas itu ada kelemahan-kelemahannya, sehingga olehnya itu tidak dapat ditetapkan sebagai Hadits yang shahih. Maka tidaklah mutlak setiap Hadits Qudsi itu bernilai shahih. Jadi hadits qudsi tidak semuanya bisa dijadikan hujjah.

C.     Ciri-Ciri Hadits Qudsi Dan Contohnya
Tiap amal perbuatan bergantung dari niatnya
عن عمر بن الخطا ب رضي الله عنه قال: قال رسو ل الله صلعم: ( انما الاعمال بالنيا ت وانما لكل امرئ ما نوى, فمن كانت هجرته الى الله ورسوله  فهجرته الى الله  ورسوله, ومن كانت هجرته الى دنيا يصيبها او امراة ينكحها فحجرته الى ما ها جرا اليه )
Artinya:  Dari Umar bin Khathab r.a bahwa Rasulallah saw bersabda, “sesungguhnya setiap amal perbuatan bergantung pada niat dan sesunnguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya. Oleh sebab itu, barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang berhijrah karena urusan dunia atau karena perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya akan dibalas sesuai dengan niatnya.” (sahih: riwayat Imam Baihaqi dalam sunan kubra. Lihat sahibul jami’ no: 2319)
Contoh lain adalah hadits Abu Hurairah, ia berkata Rasulallah saw. Bersabda: Allah SWT berfirman:
انا عند ظن عبدى بي وانامعه حين يذكرني ان ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي. وانذكرني في ملأ ذكرته في ملأ هم خير منهم. وإنتقرب مني شبرا تقربت اليه ذراعا, تقربت منه باعا وإن أتاني يمشى اتيته هرولة.
Artinya: Aku selalu berada pada anggapan hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya selama ia mengingat-Ku. Apabila ia mengingat-Ku dalam dirinya maka aku mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila ia mengingat-Ku dihadapan orang banyak maka Aku mengingatnya di hadapan orang banyak  yang lebih baik daripada mereka. Apabila ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya satu hasta. Apabila ia mendekat kepada-Ku satu hasta, maka aku mendekat kepadanya satu depa. Apabila ia mendatangi-Ku sambil berjalan; maka Aku mendatanginya sambil berjalan. (HR. Muslim).
Ciri-cirinya;
قال الله تعال فيما رواه عن رسول الله صلي الله عليه وسلم
Allah SWT. Berfirman dalam hadits yang diriwayatkan oleh Rasulallah SAW.
 قال رسول الله صلي الله عليه وسلم فيما يروى عن ربه
Rasulallah SAW. Bersabda tentang hadits yang diriwayatkannya dari Tuhannya.
قل الله تعا لي .....
يقول الله عزوجل .....
قا ل رسول الله ص.م. فيما يرويه عن الله تبارك وتعالي ....

D.    Perbedaan Antara Qudsi, Al-Qur’an Dan Hadits
Sehubungan dengan perbedaan antara hadits qudsi dan Al-Qur’an, para ulama berbeda pendapat. Di antara pendapat yang paling kuat adalah pendapat AbulBaqa’ al-Akbari dan al-Thayyibi.
Abul Baqa’ berkata, “sesungguhnya lafal dan makna Al-Qur’an berasal dari Allah melalui pewahyuyan secara terang-terangan, sedangkan hadits qudsi itu redaksinya dari Rasulallah dan maknanya berasal dari Allah melalui pengilhaman atau melalui mimpi.”
At-Thayyib berkata, “Al-Qur’an itu diturunkan melalui perantaraan malaikat kepada Nabi Muhammad saw., sedangkan hadits qudsi itu maknanya berisi pemberitaan Allah melalui ilham atau mimpi, lalu Nabi saw. Memberitakannya kepada umatnya dengan redaksinya sendiri. Adapun hadits nabawi tidak disandarkannya kepada Allah dan tidak diriwayatkannya dari Allah.”
Al-Qur’an        : Lafadz dan maknanya dari Allah. Membacanya termasuk ibadah. Penyampaiannya mutawatir. Di wahyukan melalui Jibril dalam keadaan sadar.
Qudsi              : Makananya dari Allah dan lafadhnya dari Rasul. Tidak termasuk ibadah & tidak berpahala dalam membacanya. Boleh tidak mutawatir. Di sampaikan lewat ilham atau mimpi.
Sedangkan hadits qudsi dengan nabawi :
Hadits qudsi    : Secara qot’i maknanya dari Allah swt, kemudian Rasul menceritakannya kembali dengan bahasanya sendiri. Disebut hadits qudsi karena disandarkan kepada Allah swt. Jumlahnya sedikit.
Hadits Nabi     : Lafadz dan maknanya disandarkan kepada rasul dan diceritakan oleh beliau sendiri.  Disandarkan kepada Rasul. Jumlahnya banyak.



Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman
Ilmu Hadits, Drs. M. Syuhudi Ismail

0 comments:

Posting Komentar