Hadits merupakan
sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, salah satu fungsi dari hadits adalah
untuk menjelaskan rincian hukum yang digambarkan secara umum dalam al-Qur’an.
Hadits mulai dibukukan sekitar abad ke 2 hijriyah masa itu bisa disebut sebagai
masa kodifikasi hadits.
Di masa sahabat banyak
orang yang menyampaikan hadits palsu demi kepentingan kelompoknya yang
disebabkan pertentangan politik dan pada masa itu belum terjadi pembukuan
hadits. Di zaman sekarang yang rentang waktunya jauh dengan masa Rasulullah SAW
sangat memungkinkan bagi banyak orang yang berdalih menggunakan hadits palsu
untuk memperkuat argumennya, karena banyaknya hadits yang sampai kepada
kita. Untuk menghindari hal tersebut maka perlulah kita memelajari tentang
hadits, sekarang penulis akan membahas salah satu hadits berdasarkan banyaknya
periwayat yakni tentang hadits ahad.
A.
Definisi Hadits
Ahad
Ahad menurut bahasa
mempunyai arti yang satu. Dan Khabarul-wahid adalah khabar yang diriwayatkan
oleh satu orang.
Sedangkan hadits ahad
menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.
B.
Macam-Macam
Hadist Ahad
1.
Hadits Masyhur
Masyhur
menurut bahasa adalah nampak, sedangkan menurut istilah adalah hadits yang
diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan
belum mencapai batas muttawatir.
Contoh :
“Sesungguhnya allah
tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba, akan
tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah
tidak terdapat orang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan seorang
pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan. (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).”
2.
Hadits Azis
Artinya
: yang sedikit, yang gagal atau yang kuat. Aziz menurut istilah ilmu hadits
adalah suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan
rawinya.
Contoh:
Nabi SAW bersabda : ”Tidaklah
beriman salah seorang diantara kamu hingga aku (nabi) lebih dicintainya dari
pada bapaknya, anaknya, serta seluruh manusia”.
3.
Hadits Gharib
Gharib
secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan hadits gharib secara
istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara
sendiri.
C.
Kualitas dan
Kehujjahan Hadits Ahad
Menurut para ahli hadits,
hadits ahad dianggap sebagai dhany al-wurud artinya secara umum
keabsahan bahwa hadits ini berasal dari Rasullulah SAW masih diragukan.
Persoalan dhany al-wurud memang telah menjadi pandangan yang umum dikalangan muhadditsin atas dasar pandangan itulah, maka para pakar hadits mengadakan penyelidikan terhadap hadits ahad. Berbagai formula dan kriteria dibuat oleh para ulama untuk menyaring sekian banyak hadits, sehingga mereka bisa menentukan dari sekian hadits yang diragukan itu manakah yang mendekati keyakinan. Kalaupun masih tetap dikatakan dhan, masuk kategori ghalabatu dhan. Hasil dari penyelidikan yang panjang ini para pakar hadits membagi hadits ahad menjadi 3 tingkatan yaitu shahih, hasan dan dha’if.
Persoalan dhany al-wurud memang telah menjadi pandangan yang umum dikalangan muhadditsin atas dasar pandangan itulah, maka para pakar hadits mengadakan penyelidikan terhadap hadits ahad. Berbagai formula dan kriteria dibuat oleh para ulama untuk menyaring sekian banyak hadits, sehingga mereka bisa menentukan dari sekian hadits yang diragukan itu manakah yang mendekati keyakinan. Kalaupun masih tetap dikatakan dhan, masuk kategori ghalabatu dhan. Hasil dari penyelidikan yang panjang ini para pakar hadits membagi hadits ahad menjadi 3 tingkatan yaitu shahih, hasan dan dha’if.
Hadits ahad dikatakan shahih
jika setiap rawi dinilai adil dan dhabit, sanadnya bersambung, tidak ada
keganjilan dan tidak ada cacat. Jika kualitas rawi sedikit lebih rendah dari
kualitas hadits shahih tetapi kriteria yang lain sama, maka kualitas hadits
tersebut hasan. Tetapi jika tidak memenuhi kriteria hadits shahih maupun hasan,
maka hadits tersebut termasuk kategori dha’if.
D.
Polemik Hadist Ahad
Ulama
membagi kepada 3 kelompok pendapat tentang status tingkat kepastian kebenaran
dan keyakinan terhadap hadis ahad.
1.
Secara mutlak
hadis ahad tidak menghasilkan ilmu yang pasti benar baik hadis itu di dukung
oleh qarinah ataupun tidak (madzhab jumhur ahli ushul, ahli ilmu kalam)
2.
Secara mutlak
hadis ahad menghasilkan ilmu yang pasti benar walau tanpa adanya qarinah, ia
wajib di amalkan karena amal tidak bisa dipisahkan dari ilmu (imam ahmad jumhur
para ahli hadis)
3.
Hadis ahad
menghasilkan ilmu yang pasti benar jika di dukung oleh sejumlah qarinah (ulama
ushul, ulama kalam, ulama hadis)
Pendapat ulama tentang kehujjahan hadis ahad dalam
masalah aqidah
•
Pihak yang
menolak hadis ahad sebagai hujjah dalam masalah akidah berpendapat bahwa
sesuatu yang di jadikan sebagai akidah haruslah berupa kebenaran yang pasti ,
aqidah tidak bisa pada sesuatu yang masih dzan (praduga).
Argumen para ulama yang berpegang dengan hadis ahad
dalam masalah aqidah
•
Di utusnya nabi
seorang diri pada suatu kaum, menunjukkan hujjah Allah SWT kepada hambanya baik
dalam masalah aqidah maupun ibadah.
•
Tidak ada batas yang tegas antara keyakinan dan amal
pada diri seseorang sebab amal bergantung pada niat dan keyakinan.
•
Pemakaian kata dzan memiliki makna kontradiktif,
bisa bermakna ragu bisa
pula bermakna yakin. Banyak ayat
yang menunjukkan bahwa khabar ahad yang di bawa 1 orang merupakan hujjah dalam
masalah agama, baik masalah aqidah atau hukum QS. At-Taubah :122.
Referensi :
Ilmu Hadits, Drs. M. Syuhudi Ismail
#haditsahad #definisihaditsahad #contohhaditsahad #ilmuhadits #sejarahilmuhadits #pengantarilmuhadits #rawi' #nabimuhammad #rasulullah #hadits #ulumulhadits #ensiklopediahadits
#haditsahad #definisihaditsahad #contohhaditsahad #ilmuhadits #sejarahilmuhadits #pengantarilmuhadits #rawi' #nabimuhammad #rasulullah #hadits #ulumulhadits #ensiklopediahadits
0 comments:
Posting Komentar