Jumat, 04 Januari 2019

DEFIINISI HADITS AHAD


Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, salah satu fungsi dari hadits adalah untuk menjelaskan rincian hukum yang digambarkan secara umum dalam al-Qur’an. Hadits mulai dibukukan sekitar abad ke 2 hijriyah masa itu bisa disebut sebagai masa kodifikasi hadits.
Di masa sahabat banyak orang yang menyampaikan hadits palsu demi kepentingan kelompoknya yang disebabkan pertentangan politik dan pada masa itu belum terjadi pembukuan hadits. Di zaman sekarang yang rentang waktunya jauh dengan masa Rasulullah SAW sangat memungkinkan bagi banyak orang yang berdalih menggunakan hadits palsu untuk memperkuat argumennya, karena banyaknya hadits yang sampai kepada kita. Untuk menghindari hal tersebut maka perlulah kita memelajari tentang hadits, sekarang penulis akan membahas salah satu hadits berdasarkan banyaknya periwayat yakni tentang hadits ahad. 
A.    Definisi Hadits Ahad
Ahad menurut bahasa mempunyai arti yang satu. Dan Khabarul-wahid adalah khabar yang diriwayatkan oleh satu orang.
Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.

B.     Macam-Macam Hadist Ahad
1.      Hadits Masyhur
Masyhur menurut bahasa adalah nampak, sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas muttawatir.
Contoh :
“Sesungguhnya allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba, akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak terdapat orang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan seorang pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).”
2.      Hadits Azis
Artinya : yang sedikit, yang gagal atau yang kuat. Aziz menurut istilah ilmu hadits adalah suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contoh:
Nabi SAW bersabda : ”Tidaklah beriman salah seorang diantara kamu hingga aku (nabi) lebih dicintainya dari pada bapaknya, anaknya, serta seluruh manusia”.
3.      Hadits Gharib
Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri.

C.     Kualitas dan Kehujjahan Hadits Ahad
Menurut para ahli hadits, hadits ahad dianggap sebagai dhany al-wurud artinya secara umum keabsahan bahwa hadits ini berasal dari Rasullulah SAW masih diragukan.
Persoalan dhany al-wurud memang telah menjadi pandangan yang umum dikalangan muhadditsin atas dasar pandangan itulah, maka para pakar hadits mengadakan penyelidikan terhadap hadits ahad. Berbagai formula dan kriteria dibuat oleh para ulama untuk menyaring sekian banyak hadits, sehingga mereka bisa menentukan dari sekian hadits yang diragukan itu manakah yang mendekati keyakinan. Kalaupun masih tetap dikatakan dhan, masuk kategori ghalabatu dhan. Hasil dari penyelidikan yang panjang ini para pakar hadits membagi hadits ahad menjadi 3 tingkatan yaitu shahih, hasan dan dha’if.
Hadits ahad dikatakan shahih jika setiap rawi dinilai adil dan dhabit, sanadnya bersambung, tidak ada keganjilan dan tidak ada cacat. Jika kualitas rawi sedikit lebih rendah dari kualitas hadits shahih tetapi kriteria yang lain sama, maka kualitas hadits tersebut hasan. Tetapi jika tidak memenuhi kriteria hadits shahih maupun hasan, maka hadits tersebut termasuk kategori dha’if.

D.    Polemik  Hadist Ahad
Ulama membagi kepada 3 kelompok pendapat tentang status tingkat kepastian kebenaran dan keyakinan terhadap hadis ahad.
1.      Secara mutlak hadis ahad tidak menghasilkan ilmu yang pasti benar baik hadis itu di dukung oleh qarinah ataupun tidak  (madzhab  jumhur ahli ushul, ahli ilmu kalam)
2.      Secara mutlak hadis ahad menghasilkan ilmu yang pasti benar walau tanpa adanya qarinah, ia wajib di amalkan karena amal tidak bisa dipisahkan dari ilmu (imam ahmad jumhur para ahli hadis)
3.      Hadis ahad menghasilkan ilmu yang pasti benar jika di dukung oleh sejumlah qarinah (ulama ushul, ulama kalam, ulama hadis)
Pendapat ulama tentang kehujjahan hadis ahad dalam masalah aqidah
      Pihak yang menolak hadis ahad sebagai hujjah dalam masalah akidah berpendapat bahwa sesuatu yang di jadikan sebagai akidah haruslah berupa kebenaran yang pasti , aqidah tidak bisa pada sesuatu yang masih dzan (praduga).
Argumen para ulama yang berpegang dengan hadis ahad dalam masalah aqidah
      Di utusnya nabi seorang diri pada suatu kaum, menunjukkan hujjah Allah SWT kepada hambanya baik dalam masalah aqidah maupun ibadah.
      Tidak ada batas yang tegas antara keyakinan dan amal pada diri seseorang sebab amal bergantung pada niat dan keyakinan.
      Pemakaian kata dzan memiliki makna kontradiktif, bisa bermakna ragu bisa pula bermakna yakinBanyak ayat yang menunjukkan bahwa khabar ahad yang di bawa 1 orang merupakan hujjah dalam masalah agama, baik masalah aqidah atau hukum QS. At-Taubah :122.

Referensi :

0 comments:

Posting Komentar